Juventus Football Club (dari bahasa Latin:[5] iuventus: masa muda, diucapkan [juˈvɛntus]), biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia Seri-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.
Juventus merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 27 gelar juara (Scudetto),[6] dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia.[6] Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia pada abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.[7]
Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi.[8] Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia.[9][10]
Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses keempat di Eropa, dan
ketujuh di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam
organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.[11]
Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil
memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa).[12]
Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil
memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga
nasional,[13] dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.[14][15][16]
Juventus juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar[17], dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.[18] Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.
Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino yang menggantikan markas sebelumnya yaitu Stadion Delle Alpi yang dirubuhkan dan dibangun ulang sebagai stadion baru bernama Juventus Arena. Juventus resmi memakai stadion baru mereka tesebut pada awal September 2011.[19]
Sejarah
Awal mula (1887–1922)
Foto bersejarah, Juventus FC di tahun 1898.
Juventus FC di tahun 1903.
Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan
tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di
daerah Liceo D’Azeglio,
Turin[20]. Awal mula dibentuknya klub ini adalah sebagai pelampiasan dari
anak-anak
yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama
dan bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Usia
anak-anak tersebut rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan
lainnya di bawah 15 tahun. Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi
masalah sekarang ini tapi merupakan hal yang terberat bagi pemuda-pemuda
tersebut saat itu adalah mencari markas baru. Salah satu pendiri
Juventus, Enrico Canfari dan teman-temannya kemudian memutuskan untuk
mencari sebuah lokasi dan akhirnya mereka menemukan salah satu tempat
yaitu sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok,
mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum.
Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama
klub, segera setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah
pertemuan untuk menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di
antara mereka. Di satu sisi, pembenci
nama latin,
di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral. Lalu,
diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; "Societa Via Port", "Societa
sportive Massimo D’Azeglio", dan "Sport Club Juventus". Nama terakhir
belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan akhirnya resmilah nama
klub mereka menjadi "Sport Club Juventus", tetapi kemudian berubah nama
menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian.
[3]
Klub ini lantas bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada tahun
1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan
celana hitam. Juve memenangi gelar Seri-A perdananya pada 1905, ketika
mereka bermain di
Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris
Notts County.
[21]
Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin.
[3] Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama
FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.
[22] Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.
[21]
Masuknya Keluarga Agnelli dan merajai Italia (1923–1980)
Pemilik
FIAT,
Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru.
[3] Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi
scudetto dengan mengalahkan
Alba Roma
dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di
Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai
1935, dibawah asuhan pelatih
Carlo Carcano[21], dan beberapa pemain bintang seperti
Raimundo Orsi,
Luigi Bertolini,
Giovanni Ferrari dan
Luis Monti.
Juventus kemudian pindah kandang ke
Stadio Comunale,
tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai
Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino.
Secercah prestasi kemudian muncul di musim 1937-38 saat Juve menjuarai
Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan klub sekota
mereka, Torino.
Setelah berada di posisi 6 pada musim 1940-41, Juve lantas merebut
Piala Italia kedua mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia
ikut Perang Dunia II dan ini membuat jalannya Liga menjadi terhambat.
Sepakbola Italia kemudian memutuskan untuk terus berlangsung saat masa
perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta dalam sebuah turnamen lokal,
yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober, Liga kembali
bergulir dan ditandai dengan derby Torino vs. Juventus. Torino yang saat
itu mendapat sebutan "Grande Torino" kalah 2-1 dari Juventus. Namun di
akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim panas, sebuah
peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 Juli 1945,
Gianni Agnelli
mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga
Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti
dalam jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti Muccinelli dan
striker asal Denmark John Hansen. Setelah Perang Dunia II usai Juve
berhasil menambah dua gelar Seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah
kepelatihan orang Inggris,
Jesse Carver.
Gianni Agnelli lantas meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun
ini periode gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7.
Musim berikutnya, di bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuat
muda Juve mulai mencoba bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena
skuat yang belum matang, pada November 1956 kabar baik berembus dengan
masuknya Umberto Agnelli sebagai komisioner klub. skuat menjadi kuat
dengan kedatangan beberapa pemain hebat seperti
Omar Sivori dan pemuda Wales bernama
John Charles yang menemani para punggawa lama seperti
Giampiero Boniperti.
Musim 1957-58, Juve kembali berjaya di Seri-A, dan menjadi klub Italia
pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10
gelar Liga Seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi
pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve
juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan
ACF Fiorentina
di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus
sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama
Juventus.
Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi Seri-A yaitu di musim
1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya
sebagai klub terbaik Italia. Di bawah arahan
Čestmír Vycpálek,
Juve berusaha bangkit di musim 1971-72. Di paruh pertama musim, Juve
belum stabil dalam permainan dan di paruh kedua mereka berhasil kembali
ke performa terbaik terutama saat mencapai final Fairs Cup (cikal bakal
Piala UEFA) namun kalah dari
Leeds United.
Di pekan ke-4 liga, Juve kemudian berhasil mengalahkan AC Milan 4-1 di
San Siro ditandai permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat
kemudian, Bettega harus istirahat karena sakit dan posisi pertama
klasemen milik Juve menjadi terancam. Untungnya mereka berhasil
konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka. Selanjutnya di musim
1972-73 Juve kedatangan
Dino Zoff dan
Jose Altafini
dari Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal di Seri-A dan
kompetisi Eropa. Setelah berjuang sampai menit akhir, Juve berhasil
menyalip AC Milan, yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir
mereka, dan merebut scudetto ke-15. Juve juga bahkan berhasil masuk
final Piala Champions musim tersebut, namun di mereka kalah dari
Ajax Amsterdam yang dimotori oleh
Johan Crujff. Selanjutnya mereka berhasil menambah tiga gelar lagi bersama defender
Gaetano Scirea di musim 1974-75, 1976–77 dan 1977–78. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama
Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.
Scudetto ke-20 dan merajai Eropa (1981–1993)
Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat Seri-A porak poranda di 1980-an.
[21]
Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar Seri-A empat kali di
era tersebut. Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang
menjuarai
Piala Dunia 1982 dengan
Paolo Rossi
sebagai salah satu pemain Juve kemudian terpilih menjadi Pemain Terbaik
Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia di tahun
tersebut.
[23] ditambah dengan kedatangan bintang Prancis
Michel Platini,
Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang
juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan
lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di
pertandingan pembuka musim serta menang dengan tidak meyakinkan atas
Fiorentina dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan
Hvidovre (Denmark) dan
Standard Liege
(Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus kembali ke trek juara di
musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga
Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini
dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di posisi
puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga
Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara.
Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka
bertemu Hamburg di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi.
Berada di posisi kedua di kompetisi domestic dan Eropa, Juventus
akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia
dan Piala Interkontinental.
Musim panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff
gantung sepatu di usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada
untuk mengakhiri karirnya di sana. Juve lantas merekrut kiper baru dari
Avellino: Stefano Tacconi dan Beniamino Vinola dari klub yang sama.
Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di lini depan. Juve pada
saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan Piala Winner.
Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve
merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini
ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1
di Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan
merupakan prestasi bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.
Setelah era keemasan Rossi usai,
Michel Platini
kemudian secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga
kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum
ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya
klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa
sebanyak empat tahun berurutan.
[24] Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara
Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan
Liverpool FC
dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus
dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat
kerusuhan
dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris
dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun.
[25]
Juventus kemudian merebut scudetto terakhir mereka di era 1980-an pada
musim 1985-86, yang juga menjadi tahun terakhir Trappatoni di Juventus.
Memasuki akhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya,
mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang
Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan,
AC Milan dan
Inter Milan.
[21] Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan
Piala Dunia 1990.
[26]
Skuat tim dan staf kepelatihan
Tim utama
- Hingga 30 Januari 2012.
Catatan: Bendera menunjukkan tim nasional pemain sesuai dengan peraturan FIFA. Pemain dapat saja mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan.
Dipinjamkan
Catatan: Bendera menunjukkan tim nasional pemain sesuai dengan peraturan FIFA. Pemain dapat saja mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan.
Catatan: Perjanjian peminjaman berakhir pada 30 Juni 2012
Staf
Berikut merupakan para staf yang bertugas untuk Juventus.
Hingga 27 Juli 2011.
[54]
| Posisi |
Pejabat |
| Pelatih kepala |
Antonio Conte |
| Asisten pelatih |
Angelo Alessio |
| Pelatih penjaga gawang |
Claudio Filippi |
| Koordinator pelatih |
Massimo Carrera |
| Asisten koordinator pelatih |
Cristian Stellini |
| Pelatih fitnes |
Paolo Bertelli |
Manajemen tim
Presiden klub
Juventus mempunyai sejarah panjang dalam kepemimpinan klub ditangan
seorang presiden, beberapa di antara mereka ada yang menjadi presiden
sekaligus pemilik (dari keluarga Agnelli), sebagian lagi ada yang
merupakan presiden kehormatan, berikut adalah daftar lengkapnya:
[55]
|
| Nama |
Tahun |
| Eugenio Canfari |
1897–1898 |
| Enrico Canfari |
1898–1901 |
| Carlo Favale |
1901–1902 |
| Giacomo Parvopassu |
1903–1904 |
| Alfred Dick |
1905–1906 |
| Carlo Vittorio Varetti |
1907–1910 |
| Attilio Ubertalli |
1911–1912 |
| Giuseppe Hess |
1913–1915 |
Gioacchino Armano
Fernando Nizza
Sandro Zambelli |
1915–1918(cpg.) |
| Corrado Corradini |
1919–1920 |
| Gino Olivetti |
1920–1923 |
| Edoardo Agnelli |
1923–1935 |
| Giovanni Mazzonis |
1935–1936 |
|
|
| Nama |
Tahun |
| Emilio de la Forest de Divonne |
1936–1941 |
| Pietro Dusio |
1941–1947 |
| Giovanni Agnelli (Presiden kehormatan) |
1947–1954 |
Enrico Craveri
Nino Cravetto
Marcello Giustiniani |
1954–1955(int.) |
| Umberto Agnelli |
1955–1962 |
| Vittore Catella |
1962–1971 |
| Giampiero Boniperti (Presiden kehormatan) |
1971–1990 |
| Vittorio Caissotti di Chiusano |
1990–2003 |
| Franzo Grande Stevens (Presiden kehormatan) |
2003–2006 |
| Giovanni Cobolli Gigli |
2006 – 2009 |
| Jean-Claude Blanc |
2009 - 2010 |
| Andrea Agnelli |
2010 - ... |
|
Keterangan:
(cpg.) Presidensial Komite ketika Perang Dunia I.
(int.) Presiden ad-interim.